Featured Post Today
print this page
Latest Post

ATASI MASALAH PENDIDIKAN NELAYAN, KKP KEMBALI DIRIKAN SEKOLAH LAPANG

ATASI MASALAH PENDIDIKAN NELAYAN, KKP KEMBALI DIRIKAN SEKOLAH LAPANG

KKP NEWS || Stigma negatif nelayan hingga kini memang belum sepenuhnya hilang. Kondisi serba kekurangan baik secara ekonomi maupun tingkat pendidikan selalu melekat dalam diri masyarakat pesisir tersebut. Bahkan lebih ironis lagi, kondisi ini seolah membelenggu nelayan yang berujung dengan terjadinya kemiskinan struktural. Kemiskinan yang akan terus lahir dari pola dan struktur kehidupan masyarakat nelayan itu sendiri.
Masalah krusial tersebut, kini mulai terurai sedikit demi sedikit. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP), telah melakukan beberapa program pendidikan khusus untuk nelayan.  Sejak berdirinya KKP, kementerian ini telah membangun lembaga pendidikan formal dari tingkat pendidikan  SLTA khusus perikanan, Akademi Perikanan hingga Sekolah Tinggi Perikanan. “Pendidikan memang salah satu cara yang bisa memutus rantai kemiskinan. Walaupun proses transformasi menuju nelayan modern memang tidak mudah tetapi bisa dilakukan. Yakni, melalui pendidikan dan pelatihan. Program utama pendidikan yang dikembangkan KKP berupa closed loop and teaching factory,” jelas Syarief Widjaja, Kepala BPSDMKP.
Syarief menjelaskan, disebut closed loop karena pendidikan ini dari nelayan ke nelayan. Sedangkan segmen pendidikan ini khusus ditujukan pada anak nelayan dengan komposisi peruntukan 40%  untuk anak nelayan atau pembudidaya, 40% masyarakat umum dan 20% mitra. Pendidikan yang disediakan berupa Sekolah Menegah Usaha Perikanan (SUPM) dan Sekolah Tinggi Perikanan (STP) yang bebas biaya serta disediakan asrama sebagai tempat tinggal para pelajar. “Sementara itu, untuk konsep teaching factory adalah sekolah dengan pola bekerja sekaligus belajar. Diantaranya, siswa didik langsung bekerja di pabrik perikanan tangkap untuk mendapatkan teori pembelajaran,” ujarnya.


SEKOLAH LAPANG
Syarief mengakui, untuk mengajak anak-anak nelayan bisa mengikuti pelajaran khususnya sekolah dasar memang tidak mudah. Selain masalah ketertinggalan pengetahuan, mereka juga sibuk bekerja mengikuti orang tua mereka. Bahkan tidak sedikit anak nelayan lebih banyak waktunya tersita untuk melaut. “Untuk menjaring anak-anak nelayan ini bisa tetap sekolah, KKP mengadakan program sekolah lapang. Sekolah lapang selain waktu belajarnya disesuaikan jadwal anak, kurikulumnya juga disesuaikan dengan materi yang mudah mereka tangkap,” jelasnya.
Menurut Syarief, Sekolah lapang bertujuan menjaring anak putus sekolah agar mendapatkan ijazah setara SMP sehingga bisa melanjutkan ke SUPM. Sekolah ini setara dengan program kerja paket A atau kejar Paket B. Bedanya, sekolah lapang ditambah dengan pelajaran yang banyak berhubungan dengan materi kelautan dan perikanan. “Untuk program tahun 2012, KKP telah mendirikan sekolah lapang di empat lokasi. Yaitu  di kabupaten Parigi Moutong Sulawesi Tengah, Cilacap Jawa Tengah, Belawan Sumatera Utara dan Kupang NTT,” paparnya.
Ditambahkan, untuk tahun 2013, KKP akan mendirikan sekolah lapang di 10 lokasi. Daerah yang terpilih diprioritaskan merupakan wilayah dengan konsentrasi kepadatan nelayan cukup tinggi. Diantaranya, wilayah Kepulauan Riau, Sibolga, tegal, Pontianak, Bitung Sulawesi Utara, Ambon, Sorong serta Lombok Timur NTB. “Pendirian sekolah lapang memang sangat mendesak untuk mengatasi kesenjangan pendidikan. Dan program ini cukup positif mendapat tanggapan dari masyarakat, bahkan ada yayasan yang membantu beasiswa untuk anak didik,” katanya.



--

Pusat Data Statistik dan Informasi
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Gedung Mina Bahari I lantai 3A
JL. Medan Merdeka Timur No.16
Jakarta Pusat 10110
Telp. (021) 3519070 ext. 7440
Fax. (021) 3519133 


SUMBER: www.kkp.go.id.
0 komentar

Nelayan Sultra Dapat Bantuan 12 Kapal

Nelayan Sultra Dapat Bantuan 12 Kapal
 PROVINSI Sulawesi Tenggara (Sultra) mendapat bantuan 12 Kapal Inka Mina (Inpres Kapal Perikanan) dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP), kapal ini nantinya akan digunakan para nelayan yang tergabung dalam kelompok usaha bersama(KUB).

"Bantuan ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan dan daya tangkap nelayan. Diserahkan kepada kelompok nelayan yang sudah mengajukan proposal," kata kepala dinas Kelautan dan perikanan Sultra Askabul di Kendari, Selasa(29/1)

Bantuan Kapal inka mina merupakan implementasi dari instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2010 tentang percepatan Pelaksanaaan Prioritas Pembangunan Nasional,khususnya Program  Prioritas Ketahanan Pangan.Kebijakan ini juga terkait dengan peraturan Menteri (Permen) KKP Nomor 12/MEN/2008 tentang Bantuan Langsung Masyarakat di Bidang Kelautan dan Perikanan.

Kapal yang rencananya diserahkan pada November mendatang kepada nelayan Sultra ini berbobot 30 gross tonase (GT). kelompok nelayan yang akan mendapat bantuan kapal tersebut harus memiliki surat keterangan kepemilikan kapal nelayan yang khusus menangkap ikan dengan menggunakan jaring melingkar, bukan pukat harimau
Askabul Kijo mengungkapkan, bantuan yang diserahkan pemerintah pusat ini bertambah dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, Sultra menerima bantuan delapan unit kapal Inka Mina dan tahun ini menjadi 12 unit.

Dia menambahkan. di awal 2013 ini sudah ada 30 KUB yang mengajukan proposal. Namun yang akan mendapatkan bantuan ini diprioritaskan pada KUB yang mengajukan proposal sejak tahun 2012 lalu. Program bantuan kapal Inka Mina ini menargetkan akan menyalurkan bantuan 1.000 unit kapal di sepanjang 2010-2014 Total anggaran pengadaan kapal tersebut sebesar Rp1,5 Triliun atau Rp1,5 milyar per unit kapal. Data secara nasional hingga 2012. total kapal yang telah diserahkan sebanyak 521 unit. 
Sumber :JURNAL NASIONAL Tanggal 30 Januari 2013 Hal.14
0 komentar

SEKOLAH BAGI ANAK NELAYAN

SEKOLAH BAGI ANAK NELAYAN

Pada 25 januari 2013 lalu, badan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP) meluncurkan Buku "Sekolah Nelayan". Buku ini berisi gambaran lengkap atas semua permasalahan dan solusi dalam membangun sistem perndidikan di indonesia.

Pola pikir nelayan yang masih menganggap anaknya sebagai aset tenaga kerja menjadi tantangan bagi pengembangan pendidikan di sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Tidak sedikit orangtua nelayan yang lebih memilih mengajak anaknya melaut daripada mengantarkan kegerbang sekolah karena alasan keterbatasan biaya.

BPSDMKP sendiri sudah mengembangkan kebijakan dan program pembangunan sumber daya manusia atau SDM kelautan dan perikanan melalui pendidikan. Antara lain pemberian pendidikan gratis sampai dengan perguruan tinggi bagi anak nelayan, menjadi penghubung antara para lulusan dan perusahaan-perusahaan indusrti kelautan dan perikanan yang siap menampung mereka, dan lain lain.

Diharapkan, melalui buku ini masyarakat luas bisa terbuka wawasannya bahwa betapa pentingnya membangun SDM kelautan dan perikanan guna mendorong laju pembangunan nasional.


SUMBER : KORAN TEMPO hal.A17 tanggal 30 januari 2013
0 komentar

Nelayan Pantai Selatan Ramai-ramai Jaring Udang Lobster

Nelayan Pantai Selatan Ramai-ramai Jaring Udang Lobster
YOGYAKARTA (Suara Karya): Para nelayan di Pantai Selatan Jawa beramai-ramai mencari udang lobster dengan cara memasang jaring kandengan atau jaring diberi jangkar dan dibiarkan terendam di laut semalam. Dengan model ini, maka hasil tangkapan udang sangat memuaskan.

Mugari (54), salah seorang nelayan di Pantai Samas, Kabupaten Bantul, Di Yogyakarta menjelaskan, kandengan sengaja dipasang para nelayan dengan target mendapatkan uadang lobster yang harga perkilogramnya Rp 600 ribu, sedangkan udang lobster dibawah setengah Rp 300 ribu.

"Dalam sekali memasang jaring, jika beruntung, maka seorang nelayan mampu mendapatkan udang lobster hingga 20 kilogram. Harga bervariasi tergantung beratnya udang lobster," kata Mugari, di sela memanen tangkapan udang lobster, Selasa (22/1).

Menurut dia, para nelayan di Bantul kini sudah kembali melaut pascabadai Narelle pada pekan lalu. Meski demikian, hasi sebaik sebelum terjadinya badai. Untuk itu, sejumlah nelayan mencoba menangkap udang dengan cara memasang jaring kendengan.

Selain itu memasang jaring kendengan, para nelayan juga menjaring ikan di laut seperti hari-hari biasanya. Namun hasilnya kurang memuaskan karena baru musim iksan layar harganya masih di bawah Rp 15ribu perkilogram. "setelahmengambil jaring kendengan, sebagian nelayan ada yang meneruskan melaut untuk mendapatkan ikan lainnya," jelasnya.

Nelayan lainnya, Tri jarwanto membenarkan para nelayan di kawasan Pantai Selatan Jawa e=memasang jaring kendengan karena hasilnya sangat menggiurkan. "Jika beruntung mendapatkan udang lobster seberat di atas satu kilogram, maka uang Rp 600 ribu sudah pasti dikantongi," tutuynya

Demi mendapatkan udang lobster, para nelayan rela melaut ke pantai lain yang banyak hasilnya, "Ada nelayan Pantai Samas nekat turun ke Pantai Drini di Kabupaten Gunungkidul untuk memasang jaring kendengan di sana. Karena nelayan rak mungkin turun melaut dari Pantai Samas yang terkenal curam dan ganas ombaknya," jelasnya.
SUMBER : SUARA KARYA TANGGAL 23 JANUARI 2012 HAL 13 (repost from: www.kkp.go.id)
0 komentar

PULAU SEMAKAU MASIH DIBAWAH NKRI


SIARAN PERS
PULAU SEMAKAU MASIH DIBAWAH NKRI
No. B.09/PDSI/HM.310/I/2013

Klaim Singapura atas pulau Semakau, Batam, Kepulauan Riau, memang sempat menjadi berita utama beberapa media cetak dan online pekan lalu. Berita tersebut tidak hanya menjadi gerah Pemda Batam, tetapi sudah sempat jadi isu nasional. Untuk itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (Ditjen KP3K), kembali menegaskan bahwa tidak ada pencaplokan wilayah pulau Semakau oleh pemerintah Singapura. “Pulau Semakau masih dibawah penguasaan NKRI, artinya tidak ada pencaplokan pulau Semakau oleh Singapura.” tegas Sudirman Saad, Dirjen KP3K .



Sudirman menjelaskan, berita klaim pulau Semakau memang muncul dari dugaan sebuah yayasan yang menyebutkan pulau Semakau, pulau yang berada dekat dengan Selat Phillips, ternyata masuk dalam peta negara Singapura.  Apalagi dalam Wikipedia, antara lain dinyatakan bahwa Pulau Semakau merupakan kawasan yang menjadi bagian dari wilayah Singapura. Pulau itu terletak di sebelah selatan pulau utama Singapura, lepas selat Singapura. Oleh Singapura , pulau itu merupakan daerah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah dan diciptakan oleh penggabungan dari Pulau Sakeng yang juga dikenal sebagai Pulau Seking dan Pulau Semakau. “Pemda Batam sudah terjun langsung ke pulau Semakau. Jadi memang ada kesamaan nama untuk pulau tersebut. Dimana Singapura memang memiliki pulau dengan nama Semakau. Sedangkan pulau Semakau yang diduga diklaim  memang milik Indonesia karena ada batu pertanda Pemerintah Kota Batam,” jelasnya.


Ditambahkan, memang terdapat kesamaan nama nama pulau yang terdapat diwilayah Batam dengan Singapura. Diantaranya, pulau Semakau  dulu bernama Pulau Semakau Pun, kini di peta Batam berubah menjadi Pulau Semakau Panjang. Pada wilayah Singapura terdapat pulau Semakau dengan posisi koordinat 1.12.12,10 LU dan 103.45.52,77 BT, sedangkan  pulau Semakau Panjang yang masuk wilayah NKRI memiliki posisi koordinat 1.06.06,10 LU dan103.49.27,41 BT. “Pulau Semakau memang cukup dekat dengan Singapura. diperkirakan jaraknya sekitar 5 kilometer saja. Pulau ini sudah berpenghuni sebanyak sembilan kepala keluarga atau sekitar 90 jiwa menempati  di pulau ini. Mereka semua mempunyai KTP Batam. Bahkan ada bukti perekaman e-KTP yang belum lama dilakukan Pemda Batam,” paparnya.



Program Adopsi Pulau

Menurut Sudirman, Salah satu upaya mempercepat pembangunan pulau pulau kecil, KKP melakukan program Adopsi Pulau. Program adopsi pulau merupakan salah satu cara untuk memberikan perhatian pada pulau-pulau kecil dan terluar di Indonesia, sejumlah perusahaan diminta untuk mengadopsi pulau. Jika adopsi pulau  dilakukan perusahaan bisa membantu warga pulau kecil sekaligus menggantikan peran pemerintah yang tidak bisa mengawasi semua  pulau-pulau kecil yang ada. “Dasar hukumnya ada, yaitu kewajiban memperdayakan pulau pulau kecil dan masyarakat pesisir dengan pembangunan infrastrukturnya,” katanya.



Dijelaskan, pemerintah melalui KKP menawarkan 20 pulau-pulau kecil di Indonesia. Ke-20 pulau kecil itu antara lain Pulau Lepar di Bangka Belitung, Enggano (Bengkulu), Kemujan (Jateng), Maradapan (Kalsel), Maratua (Kaltim), Sebatik (Kaltim), Siantar (Kepulauan Riau), Gili Belek (NTB), Pasaran (Lampung), Dullah (Maluku), Koloray (Maluku Utara), dan Alor (NTT). Sedangkan pulau lainnya adalah pulau Mansuar  di Papua Barat, Battoa (Sulbar), Selayar (Sulsel), Samatellu Pedda (Sulsel), Lingayan (Sulteng), Manado Tua (Sulut), Gangga (Sulut), dan Mentehage (Sulut). “Tawaran pemerintah kepada swasta untuk mengelola 20 pulau kecil mulai tahun ini, dengan harapan agar kontribusi yang diberikan pihak swasta dapat memberdayakan masyarakat di pulau-pulau tersebut,” tambahnya 


Sudirman menegaskan,  karena minimnya perhatian terhadap pulau-pulau kecil di Indonesia memicu sejumlah kasus. Diantaranya, eksploitasi pulau dan isinya sehingga berakibat lingkungan di pulau itu hancur. Jadi dengan adopsi pulau diharapkan dapat membantu masyarakat pulau tersebut untuk menaikkan pendapatan perkapita, pendidikan, kesehatan serta memperbaiki lingkungan yang rusak. “KKP  juga telah membuat pedoman umum program adopsi pulau sebagai rambu-rambu aturan pengelolaan pulau kecil secara ketat dan komprehensif. Kami juga tidak mentolerir perusahaan yang merusak pulau itu,” tandasnya. 


Sampai saat ini KKP sudah mengadakan MoU dengan beberapa perusahaan swasta antara lain Conoco Philips Indonesia Inc. Ltd., Premier Oil Natuna Sea B.V, Star Energy (Kakap) Ltd, PT. International Nickel Indonesia, Tbk, Medco Energy yang sudah memberikan kontribusi untuk pemberdayaan masyarakat kelautan dan perikanan. Namun demikian, sampai saat ini Program CSR/PKBL yang dapat diakses untuk sektor kelautan dan perikanan masih sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu sosialisasi dan peran aktif masing-masing pihak untuk mengidentifikasi prospek usaha kelautan dan perikanan yang dapat dikerjasamakan.





Perguruan tinggi
Sudirman menambahkan, KKP memfokuskan pembangunan di 12 pulau kecil terluar. Ke 12 pulau itu meliputi Pulau Sebatik, Nusakambangan, Miangas, Marore, Marampit, Lingayan, Maratua, Wetar, Alor, Enggano, Simuk, dan Dubi Kecil. Pertimbangannya, meski memiliki sumber daya alam yang besar, namun pulau-pulau ini juga memiliki banyak keterbatasan, khususnya terkait kondisi masyarakatnya. Pada umumnya pulau-pulau kecil terluar ini masih tertinggal, terutama terkait ketersediaan infrastruktur yang terbatas. “Pembangunan pulau-pulau ini memang memerlukan partisipasi semua pihak, termasuk perguruan tinggi,” tegasnya.

KKP, kata Sudirman akan menggandeng berbagai perguruan tinggi. Khususnya kerja sama dengan mengadopsi pulau-pulau kecil sebagai wilayah binaan bersama. Pengembangan dalam program adopsi diprioritaskan pada berbagai kegiatan pembangunan yang ramah lingkungan serta memberdayakan masyarakat setempat. Misalnya Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur, yang berbatasan langsung dengan Malaysia Pulau ini menjadi salah satu fokus kerja sama yang akan dilakukan KKP dengan perguruan tinggi di Indonesia. “Kerja sama ini juga untuk mengimplementasikan amanat dari Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Terluar untuk pertahanan dan keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan pelestarian lingkungan,” tegasnya.


Jakarta, 23 Januari 2013
Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi


Indra Sakti, SE, MM



Narasumber:

  1. Dr. Sudirman Saad
    Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau Pulau Kecil 
  2. Indra Sakti, SE, MM
    Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi
0 komentar

15 Ton Ikan Kering dari Pekalongan Jawa Tengah Telah Diekspor ke Colombo Srilanka

15 Ton Ikan Kering dari Pekalongan Jawa Tengah Telah
Diekspor ke Colombo Srilanka
Kota Pekalongan yang terkenal dengan kekayaan hasil lautnya, kini patut berbangga, karena bukan saja sebagai pemasok ikan untuk dalam negeri, namun sekarang target pasarnya telah meluas ke berbagai Negara, salah satu contohnya pada tanggal 16 Januari 2013, sebanyak 15 ton ikan kering dari berbagai jenis mulai dari jenis ikan tenggiri, zero(lemuru), hingga tongkol telah dikirim ke Colombo Srilanka guna memenuhi permintaan konsumen. 
 
Meski cuaca yang buruk dan banjir yang menggenangi sebagian kawasan kota Pekalongan, tidak menyurutkan niat Ibu Nur Hidayatul Khosyi’ah, pemilik UD Hasil Tiga Mulia untuk tetap mengeksporikan kering tersebut. 
Beliau menambahkan bahwa cukup terkendala pada masalahpermodalan, pengepakan yang membutuhkan mesin press, karena masih menggunakan system manual bukan mesin. Pesanan juga tidak hanya untuk ikan kering saja, namun di beberapa Negara banyak konsumen yang memesan ikan segar, namun hal itu juga merupakan salah satu kendala dikarenakan tidak adanya cold storage yang dapat membuat ikan tahan lama dan dapat digunakan untuk menyimpan bahan baku di saat para nelayan tidak bisa mencari ikan dikarenakan cuaca buruk. Pengiriman ikan kering yang bernilai sekitar 160 juta rupiah ke Colombo Srilanka diperkirakan memerlukan waktu sekitar 20 hari, dengan menggunakan truck container yang memiliki sirkulasi udara sehingga kualitas ikan kering masih dapat terjaga. (Humas PPN Pekalongan).
Sumber: www.kkp.go.id.
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. PENYULUH PERIKANAN STP JURUSAN PENYULUHAN PERIKANAN BOGOR
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger