Featured Post Today
print this page
Latest Post

Penyebab RI Kalah dari Singapura soal Ekspor Ikan Hias

YOGYAKARTA - Indonesia menjadi negara dengan urutan ke empat di dunia untuk ekspor terbesar berbagai macam ikan hias. Urutan pertama Singapura, kedua Spanyol, dan ketiga Jepang.

Singapura negara yang tidak terlalu luas justru menjadi nomor pertama. Sementara, Indonesia yang jauh lebih luas dengan Singapura justru berada di belakangnya.

"Kenapa kita kalah dengan Singapura? Karena kita sudah terbiasa mengekspor ikan hias yang masih belum saatnya ke Singapura, 68% ikan hias Singapura dari Indoensia," kata Direktur Pengembangan Produk Nonkonsumsi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Maman Hermawan, Senin (31/8/2015). 

Singapura, kata dia, menjadi negara nomor satu dunia dalam ekspor ikan hias dengan nilai penjualan USD60 juta. Sementara, Indonesia hanya mampu melakukan penjualan senilai USD24 juta pada 2014.

Dia mengakui banyak breeder yang menjual ikan hias belum cukup umur ke Singapura. Bahkan, tidak sedikit ditemukan breeder yang menjual induk dan telur ikan hias sekaligus ke Singapura.

"Kita ini telur saja sudah diekspor, dipelihara 2-3 minggu jadi ikan di sana dijual per biji, itu berapa kali lipat keuntungannya. Itu yg menyebabkan kita nilainya rendah. Kenapa? Karena jual telur, jual anak-anak ikan masih kecil, diserok, di sana jual bijian," urainya.

Ironisnya, kata dia, ditemukan juga ekspor induk ikan hias. Hal itu yang menyebabkan keberlangsungan ikan hias dari Indonesia mengalami kepunahan, namun justru ada di negeri tetangga.

"Induknya juga dijual, kita bisa apa nanti. Keberlanjutan tidak ada, di kita sudah tidak ada, di Singapura ada. Itu persoalan," kata Maman.

Untuk itu, pemerintah melalui Kementeria Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen No 24/2014 tentang pengendalian ukuran ikan yang boleh diekspor ke luar negeri. KKP melarang ekspor ikan masih bayi ataupun masih telur ke luar negeri.

"Regulasinya, kita keluar Peraturan Menteri No 24/2014 pengendalian ukuran ikan yang boleh diekspor ke luar negari. Misal arwana itu minimal ukuran berapa, katakanlah 12 cm, di bawah ukuran itu tidak boleh diekspor," tegasnya.
Memang, kata dia, peran para breeder dan pelaku usaha lain harus kompak dalam aturan yang diteken Menteri KKP Susi Pudjiastuti ini. Tanpa ketaatan dari semua pihak, peran pemerintah dalam membuat aturan hanya sia-sia.

"Semuanya harus kompak, pelaku usaha, breeder, kita buat aturan itu demi kepentingan orang banyak, itu tentu menguntungkan bagi breeder," ujar dia.

Ketua Asosiasi Pecinta Koi Indonesia Sugiarto Budiono mengakui adanya ekspor telur maupun ikan masih belum cukup umur ke Singapura. Dia menilai hal itu karena faktor ekonomi.

"Orang berpikir telur saja laku, jual saja. Banyak alasannya kenapa? Karena biar cepat dapat untung," katanya.

Dia juga meminta para breeder supaya tidak melakukan penjualan ikan hias yang masih kecil. "Kalau kita di koi, selalu kita sampaikan agar tidak menjual telur, apalagi saat ini sudah ada larangan dari pemerintah," paparnya. 

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1038923/34/penyebab-ri-kalah-dari-singapura-soal-ekspor-ikan-hias-1441000744/10
0 komentar

Daging Sapi & Ayam Mahal, Susi Pudjiastuti Promosikan Ikan

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mempromosikan untuk mengonsumsi daging ikan. Selagi harga daging sapi dan daging ayam lumayan cukup tinggi, tidak ada salahnya untuk menggantikannya dengan makan daging ikan.
"Masyarakat teriak-teriak garam, daging sapi dan ayam mahal, jadi unfair. Ayo kita makan ikan, tidak ada kolesterol, tidak ada ikan bikin darah tinggi, dan lebih sehat," ujar Susi, di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, semalam.
Selain itu, mengenai soal dolar naik, seharusnya menjadi kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah. Susi melihat di Rusia, bisa mengembangkan pertanian karena ada sanksi.
"Makanya tidak banyak suplai, mereka kembangkan sendiri, buat produksinya naik. Saya tawarkan ikan ke mereka, dan mereka juga tertarik," ucapnya.
Susi melanjutkan, krisis sekarang juga terjadi di negara lain atau secara global. Semua negara uangnya berpengaruh ke dolar termasuk China.
"Negara lain bergantung sama aktivitas China. Makanya wajar ada krisis, malah harusnya jadi kesempatan kita perbaiki. Kalau Rusia saja bisa, kenapa kita tidak," ungkapnya.
Seharusnya, Susi menambahkan, jika komoditas penting itu monopoli, hanya dikontrol perusahaan negara. Selain sisi komersial juga bisa menjaga kepentingan masyarakat banyak.
"Kalau kita malah oligopoly, sudah begitu mengarah ke monopoli dan itu dikuasai sama swasta. Makanya harus duduk bareng, saya teriak-teriak begini tapi tidak punya influence," tuturnya.

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2015/08/30/320/1204943/daging-sapi-ayam-mahal-susi-pudjiastuti-promosikan-ikan
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. PENYULUH PERIKANAN STP JURUSAN PENYULUHAN PERIKANAN BOGOR
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger