KKPNews, Washington DC – Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat kembali memperkuat kerja sama untuk memberantas penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Pembicaraan kedua negara dilakukan di dalam Our Ocean Conference 2016 maupun side event meetings. Kedua negara sepakat untuk menjajaki kerjasama untuk 2 hal: pencegahan dan pemberantasan IUUF; dan konservasi laut. Kedua negara sepakat untuk terlibat aktif dalam forum “Safe Ocean Network”– kini sudah diikuti 26 negara dan lembaga2 internasional seperti UNODC dan Interpol. Walaupun Indonesia saat ini telah berkolaborasi dengan UNODC dan Interpol dan negara2 lain secara bilateral dlm pemberantasan IUUF, namun Menteri Susi Pujiastuti menegaskan pentingnya keterlibatan aktif dalam Safe Ocean Network untuk memperkuat dan memperluas kerja sama yg ada.
Selama di ibukota Amerika Serikat, Washington, D.C., Menteri Susi melakukan pembicaraan dengan 2 (dua) instansi yaitu US Department of State (Kemenlu) dan Department of Commerce yang membawahi NOAA. Sesuai dengan tugas dan fungsi Kemenlu AS dan NOAA, Indonesia dg Kemenlu AS menekankan komitmen keterlibatan penuh dalam Safe Ocean Network dan keasediaan Indonesia sebagai tuan rumah penyelenggaraan Our Ocean Conference 2018 di Bali. Sedangkan dengan NOAA disepakati kerjasama yg telah ada seperti halnya kelanjutan pengembangan kapasitas kelembagaan dalam pelaksanaan PSMA. Pembicaraan juga dilakukan untuk melaksanakan patroli bersama di batas wilayah RI yang selama ini rawan terjadinya ilegal fishing.
Dalam petemuan bilateral dengan NOAA, Menteri Susi bertemu dengan Administrator NOAA, Dr. Kathryn D. Sullivan dan membahas salah satunya mengenai patroli bersama. Skema kerjasama patroli bersama akan dibahas lebih detil oleh kedua pihak di Indonesia. Penjajakan kerjasama patroli di laut dikarenakan “kapal induk Amerika memiliki jadwal patroli, di mana salah satunya akan melintasi perairan yurisdiksi Indonesia,” papar Susi, Jumat kemarin (tgl 16 Sept).
Selain itu, Menteri Susi juga memaparkan perhatiannya terhadap ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan asing. “Saya juga menyampaikan bahwa saat ini KKP memiliki perhatian khusus terhadap ABK Indonesia yang berada di kapal ikan asing di luar Indonesia”, lanjut Susi. Selama ini pembicaraan telah dilakukan dengan pemerintah Spanyol dan Korea Selatan untuk memantau dan melindungi ABK2 Indonesia di luar negeri.
Tak hanya itu saja, dalam pertemuan itu Susi memaparkan ke NOAA bahwa ratifikasi Port States Measures Agreement (PSMA) melalui Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016 merupakan sebuah langkah penting untuk mendeteksi human trafficking, di samping praktik IUU fishing yg dilakukan oleh kapal ikan. Pengimplementasian PSMA mewajibkan pelabuhan-pelabuhan yang ditunjuk (designated ports) untuk melakukan inspeksi terhadap kapal ikan asing yang masuk dan keluar ke/dari negara pantai (coastal state). Oleh sebab itu, penting untuk memasukan aspek potensi terjadinya human trafficking dalam inspeksi kapal ikan berdasarkan PSMA.
Namun demikian menurut Susi Pujiastuti, permasalahannya banyak kapal-kapal penangkap ikan asing tidak mendaratkan tangkapannya di darat akan tetapi melalui transhipment. Oleh sebab itu, kerjasama patroli bersama dan investigasi bersama perlu dilakukan oleh kedua negara dan negara-negara yg tergabung dalam Safe Ocean Network.
Selain itu, Menteri Susi menyampaikan bahwa kegiatan penangkapan ikan secara ilegal merupakan kejahatan lintas negara terorganisir. Ia menyampaikan bahwa kasus FV Viking yg ditangkap TNI AL merupakan contoh konkrit bahwa penangkapan ikan secara ilegal merupakan jenis kejahatan transnasional yang terorganisir. Negara2 yang hadir diharapkan memahami ini dan bersama sama memperjuangkan tindak pidana perikanan sbg TOC.
Pertemuan bilateral tersebut tentunya membuka peluang kerjasama yang lebih luas antara Indonesia dengan Amerika Serikat secara bilateral dan multilateral dengan negara-negara atau organisasi lainnya, untuk memberantas penangkapan ikan secara ilegal. Dalam pertemuan dengan Department of State dan NOAA Susi didampingi Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa, dan pejabat dari Kementerian Luar Negeri, antara lain Direktur Amerika Utara, Kuasa Usaha Ad Interim/Deputy Chief of Mission KBRI di Washington, DC serta staf KBRI di Washington, DC.
Sebelumnya pada 2014, KKP dan NOAA juga telah menjalin kerja sama dalam upaya pencegahan kerusakan lingkungan hidup dan pengelolaan perikanan. Kemudian pada 2015, KKP dan NOAA kembali meneken kerja sama sebagai langkah mencetak generasi SDM berkualitas di bidang konservasi perikanan.
Pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS John Kerry di lakukan di sela2 Konferensi. Pembicaraan yang lebih komprehensif dengan Kemenlu AS dilakukan dengan Under Secretary of State for Economic Growth, Energy and Environment, Catherine Novelli. Pertemuan bilateral dgn Kemlu AS membahas komitmen Indonesia untuk bergabung di dalam Safe Ocean Network – sebuah platform kerjasama multilateral yang digagas Menlu AS John Kerry, yang bertujuan untuk memberantas penangkapan ikan secara ilegal.
Dalam pertemuan dengan Kemlu AS, Menteri Susi juga menjelaskan bahwa kebijakan melawan IUU fishing telah membawa dampak baik bagi keberlanjutan sumber daya kelautan dan perikanan, serta bagi nelayan lokal Indonesia. Menurut studi yg dilakukan University of California Santa Barbara (UCSB), secara jangka panjang kebijakan melawan IUU fishing Indonesia dapat berdampak pada peningkatan biomasa perikanan, yaitu sebesar 224% pada tahun 2050. Hasil studi UCSB juga menunjukkan potensi keuntungan ekonomi dari sektor perikanan di masa mendatang, yaitu sebesar 3,7 miliar dollar AS pada tahun 2050.
Menanggapi hal ini, Under Secretary Catherine Novelli menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Indonesia melawan IUU fishing. Novelli berencana mengirim ahli ekonomi untuk mempelajari potensi perikanan Indonesia. Studi tersebut dilakukan untuk mendukung investasi pada sektor pengolahan perikanan di Indonesia. (MD/DS/MA)
Sumber: http://kkp.go.id/2016/09/16/ri-as-jajaki-patroli-laut-bersama/