Featured Post Today
print this page
Latest Post

Ini Pendorong Utama Pertumbuhan Sektor Perikanan

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengungkapkan, ikan tongkol dan tuna menjadi penyumbang paling tinggi dalam pertumbuhan sektor kelautan dan perikanan kuartal III/2015. Kedua jenis ikan ini mengalami peningkatan produksi cukup signifikan.

Pada kuartal III/2015, sektor kelautan dan perikanan tumbuh 8,37%, meningkat dibanding kuartal sebelumnya yang hanya tumbuh 7,17%‎. (Baca: Susi Klaim Sektor Perikanan Kuartal III Tumbuh 8,37%).

"Di perikanan tangkap yang mengalami peningkatan adalah tongkol dan tuna. Produksi tongkol hingga kuartal III meningkat 10,57% dibanding periode sama tahun sebelumnya," kata Susi di Kantor KKP, Jakarta, Senin (7/12/2015).

Sementara jenis tongkol yang mengalami peningkatan produksi adalah tongkol krai 21,38%, tongkol cakalang 15,79%, dan tongkol lisong 58,50% dibanding produksi periode sama tahun sebelumnya.

Sementara produksi ikan jenis tuna mengalami peningkatan 15,47%, yang ditopang dari peningkatan produksi tuna madidihang, tuna sirip biru dan tuna mata besar yang masing-masing mengalami peningkatan sebesar 18,21%, 74,60% dan 10,11%‎.

Untuk komoditas perikanan budidaya yang juga mengalami peningkatan produksi adalah rumput laut, ikan tawes dan nilem. Rumput laut yang mengalami peningkatan produksi sebesar 10,83%, tawes 24,82% dan nilem sebesar 7,19% dibanding periode sama tahun sebelumnya.

Pertumbuhan perekonomian subsektor perikanan kuartal III/2015 juga diwarnai oleh perubahan laju implisit di subsektor perikanan. Laju implisit ini merefleksikan perubahan harga dan kualitas yang terjadi di subsektor kelautan dan perikanan. 

"Ini juga mencerminkan perubahan harga yang terjadi di tingkat produsen di subsektor kelautan dan perikanan," tandasnya.

Sekadar informasi, jika dibandingkan dengan rata-rata harga ikan di kuartal II/2015, laju implisit subsektor perikanan kuartal III/2015 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 2,83% (q to q) dan 7,12% (yoy)‎. 

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1067393/34/ini-pendorong-utama-pertumbuhan-sektor-perikanan-1449473695
0 komentar

Konsumsi Ikan Masyarakat Jabar Rendah

DEPOK - Gerakan makan ikan terus digalakkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar). Selain kaya protein, ikan juga menjadi salah satu alternatif pengganti daging.

Namun, Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat mengakui angka konsumsi ikan masyarakat Jabar masih rendah. Kesadaran pentingnya protein hewani dalam ikan yang sedang digenjot pemerintah terhadap masyarakat.

"Kalau di Jawa Barat masih rendah yakni 24,23 kilogram per kapita per tahun. Kami genjot 2016 sebanyak 30 kg," ungkap Kadis Perikanan Provinsi Jawa Barat Jafar Ismail di Bojongsari Depok saat mengunjungi
budidaya ternak lele oleh pelajar, Senin (23/11/2015).

Menurutnya, di Jabar produksi paling dominan disesuaikan wilayah, salah satunya Indramayu. "Di Indramayu udang paling dominan, sudah ekspor. Kalau di Depok memang kekuatannya ikan hias," jelas Jafar.

Salah satu kota di Jabar dengan angka konsumsi ikan masih rendah yakni Kota Depok. Wali Kota Depok Nur Mahmudi Ismail mengakui angka konsumsi ikan masyarakat Depok hanya 25 kg per kapita per tahun.

"Anjurannya 38-40 kg per kapita per tahun. Untuk produksi ikan memang masih kesulitan pakan karena masih impor mahal. Ternak ikan pakai tepung ikan, gimana coba. Masa ikan makan ikan," tukasnya.

Depok juga tengah menggagas Balai Benih Ikan (BBI) untuk pengembangan produksi ikan konsumsi dan ikan hias. "Sedang proses pembangunan, bantuan, dan pendanaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan,"
tandasnya. 

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1063806/34/konsumsi-ikan-masyarakat-jabar-rendah-1448270434
0 komentar

KKP Bidik 15 Daerah Jadi Basis Perikanan Budidaya

MAKASSAR - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membidik 15 daerah untuk dijadikan kawasan ekonomi berbasis perikanan budidaya terintegrasi, yang dijaring lewat program minapolitan. 

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto mengatakan, 15 daerah tersebut bagian dari 104 kawasan minapolitan yang mendapat grade A atau amat baik.

Pihaknya ingin mendorong kawasan minapolitan tersebut menjadi kawasan perekonomian daerah. Pasalnya, program tersebut jika serius dijalankan akan memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

"Kita punya program, kalau ini memang sudah terintegrasi dengan baik kita ingin dorong jadi kelas A semua. Tapi sekarang ada 15 yang grade-nya sudah A. Ini yang akan kita jadikan dari 104 kawasan minapolitan, ini 15 yang sementara ini bisa kita dorong daerah yang mandiri. Kalau kita dorong dan tiap provinsi ada insya Allah negara ini akan makmur,"‎ katanya di Makassar, Selasa (10/11/2015) malam.

‎Dia menjelaskan, program minapolitan merupakan program pengembangan kawasan mandiri berbasis perikanan budidaya, dan mencakup sektor hulu dan hilir dari perikanan budidaya tersebut. 

"‎Kita sediakan bahan baku tapi enggak ada yang mengolahnya kan enggak bisa begitu. Makanya ini dari hulu ke hilir. Jadi secara komprehensif, sarana, pengolahan, pemasaran, perbankan yang mendukung usaha semua sektor itu ada," imbuhnya.

Atas dasar itu, akan tumbuh produksi perikanan budidaya yang tinggi, meningkatkan pendapatan daerah tersebut, dan pada akhirnya memajukan perekonomian‎ nasional. 

"Karena, kalau perikanan budidaya tumbuh, industri pengolahan tumbuh, pasti akan tumbuh sarana produksi yang menjual, termasuk perbankan dan infrastruktur. Jadi usaha-usaha yang lain akan tumbuh," terang dia.

Menurutnya, kawasan minapolitan dengan kategori A berarti telah mampu memenuhi tiga kriteria utama yaitu persyaratan administrasi, terjalinnya koordinasi di daerah dan usaha budidaya perikanan budidaya berkembang di kawasan tersebut. 

Adapun 15 kabupaten/kota yang masuk pada kategori A yaitu Serdang Bedagai, Pasaman, Bogor, Subang, Banjarnegara, Sleman, Tulung Agung, Lamongan, Probolinggo, Tabanan, Hulu Sungai Utara, Kapuas, Minahasa Tenggara, Pinrang dan Muna. 

"Masing-masing daerah tersebut dengan komoditas unggulannya telah berhasil berkembang secara administratif, ekonomis, dan produksi serta mampu menjalankan koordinasi dan sinergi dengan semua sektor untuk mengembangkan kawasan minapolitan," tandasnya. 


Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1060592/34/kkp-bidik-15-daerah-jadi-basis-perikanan-budidaya-1447211245/10
0 komentar

KKP Sumbang Empat Eskavator untuk Budidaya Ikan di Pangandaran

SEMARANG - Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, Ditjen Perikanan Budidaya (DJPB) telah memberikan empat eskavator guna mengembangkan kawasan budidaya di Pangandaran.
Pemberian empat eskavator tersebut dilakukan, usai Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menebar 296 ribu benih ikan di Sungai Ciseel Desa Ciganjeng, Pangandaran.
"Pembangunan perikanan budidaya yang berbasis kawasan sangat diperlukan, agar produksi yang dilakukan tetap selalu berwawasan lingkungan dan mengelola sumberdaya alam dengan bijak," kata Slamet di Semarang, Sabtu (7/11/2015).
Menurut Slamet, pembangunan perikanan budidaya berbasis kawasan akan memberikan kemudahan dalam alih teknologi, mempermudah pengolahan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan kelompok, dan yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Total 296 ribu benih ikan tersebut terdiri dari tujuh jenis benih ikan, yaitu ikan gurame, ikan nilem, ikan betok, ikan lele, ikan nila, ikan baung, dan udang gala. Dari total benih yang ditebar masyarakat bisa mendapatkan 500 ton ikan.

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2015/11/07/320/1245315/kkp-sumbang-empat-eskavator-untuk-budidaya-ikan-di-pangandaran
0 komentar

CCDP-IFAD Dorong Produk Unggulan Desa Pesisir

JIMBRAN - Proyek pembangunan masyarakat pesisir atau Coastal Community Development Project yang didanai International Fund for Agricultural Development (CCDP-IFAD) pada 2016 menyasar 180 desa pesisir dengan dana bantuan Rp6 miliar per kabupaten/kota.

Tiga tahun pelaksanaan CCDP-IFAD telah mendorong penciptaan produk berbasis kelautan dan perikanan oleh kelompok masyarakat di 108 desa pesisir di 13 kabupaten/kota. 

Produk olahan dan kerajinan yang dihasilkan sangat beragam, dengan bahan baku mulai dari ikan, udang, cumi, kerang, kepiting, rajungan, rumput laut, hingga tanaman bakau.  

Sekretaris Eksekutif Project Management Office CCDP-IFAD Sapta Putra Ginting mengatakan, produk-produk yang dihasilkan kelompok masyarakat terutama nelayan sudah mulai dipasarkan ke luar daerahnya. Bahkan, olahan daging rajungan dari Kubu Raya, Kalimantan Barat sudah diekspor ke Amerika Serikat (AS).  

"Di sana kelompok yang kita bina menangkap kepiting rajungan, direbus dan diambil dagingnya, lalu dipasok ke pabrik untuk diolah lebih lanjut sesuai standar pasar Amerika," ujarnya di sela-sela Workshop Pengembangan Knowledge Management CCDP-IFAD di Jimbaran, Bali, Rabu (28/10/2015).

Produk lainnya yang juga telah diekspor adalah sei ikan tuna yang merambah pasar Timor Leste dan Australia. Sementara, kelompok masyarakat binaan dari Merauke berhasil mengirim produk fillet ikan gabus Toraja ke Surabaya. 

Program CCDP-IFAD juga mendorong agar sejumlah produk yang dinilai baik bisa dipasarkan minimal ke luar daerah. "Contohnya produk ikan asap cair dari Ambon kita dorong agar bisa dijual ke Jakarta dan Surabaya. Produk ikan kayu dari Bitung dan Ternate juga kita bantu untuk penetrasi ke pulau Jawa," imbuhnya.

Keragaman produk hasil karya kelompok masyarakat binaan CCDP-IFAD itu juga dipamerkan pada ajang IFAD Asia and The Pacific Regional Workshop di Intercontinental Hotel Jimbaran, 27-29 Oktober 2015, diikuti 350 peserta dari 26 negara. 

Produk yang dipamerkan di antaranya abon ikan, ikan asap cair, terasi, keripik dan minuman rumput laut, aneka kerajinan, hingga sabun cair dari bakau.   

Menurut Sapta, CCDP-IFAD melakukan pemberdayaan masyarakat pesisir yang semula tidak mampu agar menjadi lebih baik perekonomian dan kesejahteraannya.
Kelompok masyarakat didampingi mulai perencanaan produk, pengolahan, hingga penjualan atau pemasarannya. Sejumlah daerah juga mendapat bantuan pembangunan infrastruktur seperti pabrik, jalan, dan air bersih.

"Untuk program CCDP-IFAD ini tiap kelompok mendapat dana sekitar Rp40 juta atau Rp6 miliar per kabupaten/kota untuk 2016. Tapi, kita lakukan penilaian berdasarkan performance. Kabupaten yang bagus bisa dapat lebih, yang jelek bisa dikurangi," terang dia.

Program CCDP-IFAD akan berlanjut hingga 2017 dengan menyasar 13 kabupaten/kota yang sudah berjalan ditambah 12 kabupaten baru. 

Proyek CCDP-IFAD merupakan kerja sama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan IFAD sejak Januari 2013 dengan jangka waktu lima tahun. Pendanaannya menggabungkan dana pinjaman dan hibah dari IFAD, APBN, APBD, serta kontribusi masyarakat pesisir terkait, dengan total dana USD43,219 juta. 

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1056837/34/ccdp-ifad-dorong-produk-unggulan-desa-pesisir-1446011455/10
0 komentar

Pameran Mutiara Terbesar di Indonesia Bakal Digelar Oktober 2015

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menggelar pameran tahunan produk mutiara Indonesia bertajuk Indonesian Pearl Festival (IPF) 2015 yang mengangkat tema Discover The Exotic East Indonesia.
Direktur Pengembangan Produk Non-Konsumsi KKP Maman Hermawan mengatakan, penyelenggaraan tahun ini merupakan yang kelima kalinya sejak dimulai pada 2011.
"Sebelumnya sudah empat kali dilakukan. Tahun ini yang kelima. Pameran ini diadakan dalam rangka mempromosikan dan penguatan mutiara Indonesia. Sebab ada pemahanam yang salah selama ini khususnya pemiliki sumber daya mutiara tidak paham jenis dan asalnya mutiaranya," ujarnya di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, Jumat (7/8/2015).
Dia menjelaskan, selama ini penyelenggaraan pameran tersebut cukup sukses. Pada penyelenggaraan IPF periode 2011 hingga 2014, telah terjadi peningkatan jumlah peserta yang signifikan dengan rata-rata kenaikan sebesar 30 persen per tahun yaitu berkisar dari 50-80 pearl vendors.
Selain itu, juga terjadi peningkatan jumlah pengunjung antara 5.000-7.000 yang berasal dari dalam dan luar negeri serta peningkatan nilai transaksi yang tercatat setiap tahun mencapai Rp 15 miliar-Rp 20 miliar.
"Pada tahun ini kita targetkan nilai transaksinya mencapai Rp 25 miliar. Ini baru transaksi riil, karena biasanya dalam pameran itu juga ada kontrak-kontrak perdagangan," kata dia.
IPF ke-5 ini akan dilaksanakan pada 14-18 Oktober 2015 di Grand Indonesia West Mall Lantai 5 jakarta. Dalam penyelanggaraan pameran, KKP juga menggandeng Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi), Yayasan Mutiara Laut Indonesia (YMLI), PT Cipta Karya Multiguna dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT.(Dny/Nrm)

Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2288636/pameran-mutiara-terbesar-di-indonesia-bakal-digelar-oktober-2015
0 komentar

KKP Siap Bagikan 160 Kapal Gratis untuk Nelayan

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan segera mengalokasikan 160 kapal gratis kepada nelayan yang tersebar di 34 provinsi Indonesia. Diharapkan, dengan adanya kapal ini dapat mendorong kinerja para nelayan.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Sjarief Widjaja, mengatakan 160 kapal gratis untuk nelayan ini sudah rampung secara teknis dan pembangunan. Ditargetkan, kapal ini akan diberikan para nelayan pada awal Oktober mendatang.
"Sebanyak 160 kapal sudah jadi. Sudah lelang, sudah kontrak, sudah pembangunan. Penyerahan pertama sekira Oktober awal. Lanjutan dari kapal dulu yang 30 GT," ujarnya di Gedung Mina Bahari I KKP, Jakarta, Selasa (8/9/2015).
Dia menjelaskan, nelayan yang berhak mendapatkan kapal gratis ini akan disesuaikan dengan masing-masing kelompok, Koperasi Unit Desa (KUD), populasi, hingga wilayah.
Adapun kapasitas kapal terbesar yakni 30 gross tonnage (GT), sedangkan yang terkecil berkapasitas 5 GT. Sehingga, kapasitas kapal tersebut akan disesuaikan dengan kemampuan di wilayah perairan masing-masing daerah.
"Ada wilayah-wilayah tertentu seperti selatan Pulau Jawa, itu kita enggak perlu kapal besar. Kapal-kapal di bawah 30 GT dengan jarak operasi 4 mill itu sudah (ada) ikan. Kalau Pantai Utara Jawa itu sudah enggak ada ikan. Jadi, nelayan harus 30 GT supaya lari ke Natuna sama Arafura," lanjutnya.
Selain persoalan wilayah, populasi nelayan, juga dibahas soal ikan. Pasalnya, tidak semua jenis atau populasi ikan di masing-masing wilayah ditangkap dengan cara yang sama. "Kan beda-beda semua tiap daerah," pungkasnya.

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2015/09/08/320/1210688/kkp-siap-bagikan-160-kapal-gratis-untuk-nelayan
0 komentar

Fokus Benahi Nelayan, Alasan KKP Transformasi Organisasi

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan suatu terobosan baru untuk mewujudkan sektor kelautan dan perikanan yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) KKP, Sjarief Widjaja, mengatakan bahwa salah satu terobosan yang dilakukan adalah dengan cara melakukan transformasi organisasi.
"Transformasi sebelumnya, KKP fokus pada produksi pengolahan kemasan produksi dan pemanfaatan wilayah pesisir, saat ini lebih fokus pada manusianya terutama nelayan,"ujar Syarif dalam membahas "Reformasi Birokrasi" KKP, di Kantor KKP, Jakarta, Jumat (4/9/2015).
Dia mencontohkan, langkah menenggelamkan kapal merupakan salah satu bukti nyata. Menurutnya, hal itu dilakukan agar stok terjaga, sehingga nelayan mendapatkan ikan.
“Jadi kalau dulu banyak isu impor ikan, sekarang tidak ada isu impor di media. Dulu banyak isu impor Ikan Kembung, Ikan Lele di Pontianak, Ikan Patin. Itu kan masuk sekarang tidak ada. Karena ikan kita sudah punya daya saing,"tuturnya.
Sjarief menambahkan, selain menjaga stok KKP juga akan terus mendorong daya saing. Artinya, dengan banyaknya ikan, akan menjadi produk ekspor yang akan bersaing dengan produk lainnya di pasar global.

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2015/09/04/320/1208347/fokus-benahi-nelayan-alasan-kkp-transformasi-organisasi
0 komentar

Penyebab RI Kalah dari Singapura soal Ekspor Ikan Hias

YOGYAKARTA - Indonesia menjadi negara dengan urutan ke empat di dunia untuk ekspor terbesar berbagai macam ikan hias. Urutan pertama Singapura, kedua Spanyol, dan ketiga Jepang.

Singapura negara yang tidak terlalu luas justru menjadi nomor pertama. Sementara, Indonesia yang jauh lebih luas dengan Singapura justru berada di belakangnya.

"Kenapa kita kalah dengan Singapura? Karena kita sudah terbiasa mengekspor ikan hias yang masih belum saatnya ke Singapura, 68% ikan hias Singapura dari Indoensia," kata Direktur Pengembangan Produk Nonkonsumsi Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Maman Hermawan, Senin (31/8/2015). 

Singapura, kata dia, menjadi negara nomor satu dunia dalam ekspor ikan hias dengan nilai penjualan USD60 juta. Sementara, Indonesia hanya mampu melakukan penjualan senilai USD24 juta pada 2014.

Dia mengakui banyak breeder yang menjual ikan hias belum cukup umur ke Singapura. Bahkan, tidak sedikit ditemukan breeder yang menjual induk dan telur ikan hias sekaligus ke Singapura.

"Kita ini telur saja sudah diekspor, dipelihara 2-3 minggu jadi ikan di sana dijual per biji, itu berapa kali lipat keuntungannya. Itu yg menyebabkan kita nilainya rendah. Kenapa? Karena jual telur, jual anak-anak ikan masih kecil, diserok, di sana jual bijian," urainya.

Ironisnya, kata dia, ditemukan juga ekspor induk ikan hias. Hal itu yang menyebabkan keberlangsungan ikan hias dari Indonesia mengalami kepunahan, namun justru ada di negeri tetangga.

"Induknya juga dijual, kita bisa apa nanti. Keberlanjutan tidak ada, di kita sudah tidak ada, di Singapura ada. Itu persoalan," kata Maman.

Untuk itu, pemerintah melalui Kementeria Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Permen No 24/2014 tentang pengendalian ukuran ikan yang boleh diekspor ke luar negeri. KKP melarang ekspor ikan masih bayi ataupun masih telur ke luar negeri.

"Regulasinya, kita keluar Peraturan Menteri No 24/2014 pengendalian ukuran ikan yang boleh diekspor ke luar negari. Misal arwana itu minimal ukuran berapa, katakanlah 12 cm, di bawah ukuran itu tidak boleh diekspor," tegasnya.
Memang, kata dia, peran para breeder dan pelaku usaha lain harus kompak dalam aturan yang diteken Menteri KKP Susi Pudjiastuti ini. Tanpa ketaatan dari semua pihak, peran pemerintah dalam membuat aturan hanya sia-sia.

"Semuanya harus kompak, pelaku usaha, breeder, kita buat aturan itu demi kepentingan orang banyak, itu tentu menguntungkan bagi breeder," ujar dia.

Ketua Asosiasi Pecinta Koi Indonesia Sugiarto Budiono mengakui adanya ekspor telur maupun ikan masih belum cukup umur ke Singapura. Dia menilai hal itu karena faktor ekonomi.

"Orang berpikir telur saja laku, jual saja. Banyak alasannya kenapa? Karena biar cepat dapat untung," katanya.

Dia juga meminta para breeder supaya tidak melakukan penjualan ikan hias yang masih kecil. "Kalau kita di koi, selalu kita sampaikan agar tidak menjual telur, apalagi saat ini sudah ada larangan dari pemerintah," paparnya. 

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1038923/34/penyebab-ri-kalah-dari-singapura-soal-ekspor-ikan-hias-1441000744/10
0 komentar

Daging Sapi & Ayam Mahal, Susi Pudjiastuti Promosikan Ikan

JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mempromosikan untuk mengonsumsi daging ikan. Selagi harga daging sapi dan daging ayam lumayan cukup tinggi, tidak ada salahnya untuk menggantikannya dengan makan daging ikan.
"Masyarakat teriak-teriak garam, daging sapi dan ayam mahal, jadi unfair. Ayo kita makan ikan, tidak ada kolesterol, tidak ada ikan bikin darah tinggi, dan lebih sehat," ujar Susi, di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, semalam.
Selain itu, mengenai soal dolar naik, seharusnya menjadi kesempatan untuk memperbaiki apa yang salah. Susi melihat di Rusia, bisa mengembangkan pertanian karena ada sanksi.
"Makanya tidak banyak suplai, mereka kembangkan sendiri, buat produksinya naik. Saya tawarkan ikan ke mereka, dan mereka juga tertarik," ucapnya.
Susi melanjutkan, krisis sekarang juga terjadi di negara lain atau secara global. Semua negara uangnya berpengaruh ke dolar termasuk China.
"Negara lain bergantung sama aktivitas China. Makanya wajar ada krisis, malah harusnya jadi kesempatan kita perbaiki. Kalau Rusia saja bisa, kenapa kita tidak," ungkapnya.
Seharusnya, Susi menambahkan, jika komoditas penting itu monopoli, hanya dikontrol perusahaan negara. Selain sisi komersial juga bisa menjaga kepentingan masyarakat banyak.
"Kalau kita malah oligopoly, sudah begitu mengarah ke monopoli dan itu dikuasai sama swasta. Makanya harus duduk bareng, saya teriak-teriak begini tapi tidak punya influence," tuturnya.

Sumber: http://economy.okezone.com/read/2015/08/30/320/1204943/daging-sapi-ayam-mahal-susi-pudjiastuti-promosikan-ikan
0 komentar

Identitas Ikan yang Ditangkap di RI Bakal Dicatat

 Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan memperkuat data hasil tangkapan ikan. Dengan begitu, akan diketahui detail hasil ikan tangkapan dari perairan Indonesia.

Pelaksana Harian Direktorat Jenderal  Perikanan Tangkap KKP Narmoko mengatakan, pihaknya akan melakukan pencatatan hasil laut yang dipasarkan.

"Penguatan basis manajemen dalam negeri, kita catat dengan baik ikan di mana. Sebab, salah satu kelemahan kita tidak tahu persis hasil tangkapan," kata Narmoko di Kantor KKP Jakarta, Kamis (4/5/2015).

Menurut Narmoko, dengan adanya ketegasan pelarangan kapal asing mencari ikan di perairan Indonesia dapat memudahkan pencatatan tersebut dilakukan.

"Kurangnya kapal asing beroperasi memberikan kesempatan memperbaiki dengan baik, kita tidak hanya menyangkut strategi pemberdayaan nelayan," tuturnya.

Narmoko mengungkapkan, pencatatan detail ikan yang ditangkap tersebut merupakan bagian dari kelonggaran penerapan pelarangan bongkar muat ikan ditengah laut.

" Kita tunjuk pelabuhan pelabuhan yang siap, termasuk dengan numerator dan observer," pungkasnya. (Amd/Ndw)

Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2245263/identitas-ikan-yang-ditangkap-di-ri-bakal-dicatat
0 komentar

Pemerintah Siapkan UU Perlindungan Nelayan, Apa Saja Isinya?

Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sedang merancang Undang-Undang (UU) Perlindungan Nelayan. Keberadaan payung hukum ini diharapkan bisa memperjelas nasib para nelayan di Indonesia.

Pelaksana Harian Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP Narmoko mengatakan, RUU Perlindungan Nelayan ini segera dibahas bersama anggota DPR yang mengurusi sektor kelautan dan perikanan agar bisa segera terlaksana.

"Nanti kami bersama DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang Perlindungan Nelayan itu," kata Narmoko, di Kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta, Kamis (4/6/2015).

Dia mengungkapkan, dalam RUU tersebut antara lain memperjelas definisi nelayan. Selama ini, beberapa Undang-Undang memiliki definisi berbeda terkait nelayan.

"Kami dari KKP sangat menginginkan RUU bisa cepat selesai, pandangan nelayan masih absurd, Undang-Undang 32/2004 tentang  otonomi daerah, ada definisi nelayan tapi satu dengan lainnya tidak klop," tegas dia.

Menurut Narmoko, perbedaan sudut pandang tentang kegiatan nelayan harus diperjelas. Pasalnya, pemerintah bertekad untuk meningkatkan perekonomian berbasis perikanan.

"Under standing ini sangat perlu, saya kira ini harus segera diperhatikan dengan baik. Kita tidak ada cita-cita mematikan ekonomi berbasis perikanan," ungkap dia.

UU Perlindungan Nelayan nantinya juga akan mengatur tentang asuransi bagi nelayan, permodalan nelayan. Dalam merancang undang-undang tersebut KKP juga mengajak asosiasi nelayan guna memberikan masukan.

"Komunikasi kita asosiasi juga bisa mengeliminir, di perlindungan nelayan, bagaimana permodalan mereka, risiko mereka, saat ini tak terlindung sehingga nilai modal di hadapan kapital rendah," pungkasnya. (Pew/Nrm)

Sumber: http://bisnis.liputan6.com/read/2245276/pemerintah-siapkan-uu-perlindungan-nelayan-apa-saja-isinya
0 komentar

Sambut Puasa, Pemerintah Pastikan Stok Ikan Aman

JAKARTA - Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Saut P Hutagalung memastikan pasokan ikan menyambut puasa dan Lebaran 2015 aman.
Hal ini terlihat dari stok di beberapa kota besar cukup aman termasuk di kota-kota besar yang bukan produsen utama ikan, seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya.  

"Sampai menjelang puasa dan Lebaran pasokan ikan diperkirakan cukup aman mengingat tidak terdapat faktor yang dapat diperkirakan mengganggu produksi seperti gelombang besar atau banjir seperti terjadi 2014 atau penyakit ikan pada ikan budidaya," kata dia dalam rilisnya kepada Sindonews di Jakarta, Senin (15/6/2015).
 
Berkaca pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pasokan ikan menjelang Lebaran agak menurun khususnya untuk ikan laut, lebih disebabkan banyak nelayan tidak melaut. 

Namun demikian, keadaan tersebut sudah diantisipasi para supplier dan ritel modern dengan cara melakukan stok ikan seminggu sampai sebulan sebelum Lebaran. 

Di beberapa daerah menurunnya pasokan ikan laut, diantisipasi dengan substitusi pasokan dari ikan budidaya. "Para pedagang besar biasanya sudah antisipasi jika menyambut Lebaran, jadi memang stok ikan tidak perlu dikhawatirkan," imbuhnya.

Sementara, dalam kondisi normal, kebutuhan ikan nasional per hari diperkirakan sebesar 26 ribu ton. Selama puasa, kebutuhan ikan per hari diperkirakan meningkat menjadi sebesar 31.000 ton per hari atau meningkat sekitar 20%. 

Peningkatan kebutuhan ikan selama puasa biasanya mulai terjadi setelah satu pekan memasuki puasa hingga menjelang Lebaran. 

Peningkatan permintaan ikan juga biasanya akan terjadi hingga satu pekan setelah Lebaran. Karena selama puasa hingga H+7 Lebaran, total kebutuhan ikan nasional diperkirakan sebesar 1,18 juta ton. 

Selain itu, diprediksi ketersediaan ikan nasional selama puasa hingga H+7 sebesar 1,25 juta ton. "Puasa dan Lebaran kebutuhan pasti meningkat, tapi melihat stok yang ada dipastikan tahun ini kebutuhan akan ikan masih aman," tambahnya.
 
Saut menambahkan, guna menjaga stabilitas harga ikan ada beberapa program dan kegiatan yang sudah dan akan dilakukan KKP dalam rangka menjaga stabilisasi harga dan pasokan. Antara lain, konsolidasi dan komunikasi dengan suplier besar, ritel modern, asosiasi untuk mengamankan pasokan dan permintaan, bazar produk/pasar ikan murah di Jabodetabek oleh KKP melibatkan retail modern dan Dinas KP se-Jabodetabek.

Pihaknya juga akan mengadakan bazar/pasar murah yang dilaksanakan Dinas KP di seluruh Indonesia berdasarkan surat imbauan dari Ditjen P2HP-KKP, monitoring pasokan dan harga melalui pemantauan harga secara harian/on line/real time oleh petugas informasi pasar.
Termasuk konsolidasi data pasokan, permintaan dan harga menjelang Lebaran melibatkan Dinas KP Provinsi, retail/supplier, instansi terkait (Kemendag, BMKG dan lain-lain), Pemantauan langsung (selektif) oleh KKP ke kota-kota besar di Indonesia.

"Lonjakan harga pada saat Ramadan dan Lebaran pasti ada, itu sudah menjadi hukum pasar, permintaan tinggi, harga ikut naik. Tapi kami akan pantau terus, meski ada kenaikan tapi jangan terlalu tinggi," tandasnya.

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1012760/34/sambut-puasa-pemerintah-pastikan-stok-ikan-aman-1434344611/10
0 komentar

KML Sukses Yakinkan Orang Eropa-AS Sukai Ikan Indonesia

JAKARTA - Chief Executive Officer (CEO) Kelola Mina Laut (KML) Mohammad Nadjikh mengungkapkan, sangat sulit meyakinkan orang-orang Eropa dan Amerika Serikat (AS) untuk menerima produk ikan laut negara tropis seperti Indonesia. 

Hal tersebut disebabkan lidah mereka terbiasa dengan makanan laut dari laut subtropis. Saat ini, KML sendiri sudah ada di 80 negara termasuk di negara-negara barat dengan usaha keras meyakinkan orang-orang di sana untuk menyukai ikan laut tropis Indonesia.

"Bagaimana orang sana bisa suka, itu pekerjaan yang sulit. Kita meyakinkan mereka supaya mereka tergantung sama produk kita. Mereka punya salmon, kita punya kakap yang di negara manapun enggak punya," ujarnya di Jakarta, Rabu (20/5/2015).

Nadjikh bercerita, kesulitannya tidak hanya meyakinkan konsumen luar negeri, namun juga mengelola perusahaan dari mulai kelas teri. Pasalnya, produk yang dia pasarkan dari paling kecil adalah ikan teri dan di negara-negara tersebut banyak yang belum mengenal ikan teri.

"Tapi kita bisa. Sampai ke Jepang malah. Market share-nya hingga 55%. Kemudian masuk kelas kakap. Ya itu tadi, kemudian saya mengenalkan ikan kakap ke Eropa dan Amerika, supaya mereka bisa senang ikan tropis," katanya.

Saat ini, KML juga sudah menjadi produsen bakso ikan nomor satu di dunia. Awalnya Nadjikh kesulitan, karena orang-orang banyak yang mengenal bakso sapi.

"Kita enggak punya sapi. Pada akhirnya kita kelola ikan supaya jadi bakso. Dan Alhamdulilah sekarang sudah dikenal sampai Amerika. Makanan-makanan Jepang yang sekarang ada di Indonesia, itu memakai produk dari anak perusahaan kami. Jadi kami cukup bangga," pungkas dia.

Sumber: http://ekbis.sindonews.com/read/1003217/34/kml-sukses-yakinkan-orang-eropa-as-sukai-ikan-indonesia-1432096364
0 komentar

POSISI PENYULUH PERIKANAN DALAM OTONOMI DAERAH

Bagi banyak pihak, otonomi daerah sudah menjadi katarsis yang menggembirakan. Sambutan pelaksanaan otonomi di daerah-daerah telah menimbulkan harapan baru, otonomi memberi ruang kebebasan untuk mengelola wilayahnya sendiri. Pembangunan infrastruktur dan suprastruktur yang lebih banyak terjadi di wilayah pusat (Jawa) diharapkan akan bergeser atau berpindah ke daerah. Harapan terjadinyatrickle down effect yang semula hanya mimpi, nanti bakal sebaliknya. Pada masa pemerintahan yang sentralistik, pembangunan yang begitu cepat terjadi hanya ada di wilayah yang dekat dengan pusat. Otonomi akan memberi perhatian dan energi lebih banyak untuk pembangunan daerah dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya yang selama ini diabaikan.
Meski demikian timbul pula kecemasan baru tentang kesiapan daerah melaksanakan otonomi yang dimulai tahun 2001. Dari aspek pengelolaan sumber daya alam misalnya., telah terjadi puluhan bahkan ratusan pemberian izin oleh para bupati sebagai ekspresi “otonomi” pengelolaan hutan. Setiap izin diberikan untuk memanen kayu (bukan mengelola hutan) 100 hektar. Pemberian izin akan mengancam kelestarian sumber daya hutan. Sumber daya alam tidak dipungkiri, merupakan sumber pendapatan yang paling cepat dan memungkinkan untuk meningkat pendapatan asli daerah (PAD). Eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam ini persis sama seperti ketika Indonesia pertama kali mencanangkan pembangunan lima tahun pertamanya.Diterbitkanya UU Penanaman Modal Asing pada tahun1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri pada tahun 1968, memacu penanaman modal di sektor ekstraktif, yaitu hutan dan pertambangan.
Pelaksanaan UU itu membuat sumberdaya alam Indonesia luluh lantak. Sumberdaya alam (hutan) menjadi sasaran utama untuk meningkatkan devisa negara, guna membiayai pembangunan. Namun tanpa kebijaksanaan  pengelolaan dan penegakan hukum yang jelas, maka apa yang dialami daerah berkait dengan sumber daya alamnya akan sama sebangun dengan nasib sumber daya alam Indonesia saat ini, bahkan bisa lebih buruk. Kecemasan lainnya, berkait dengan subtansi otonomi sendiri yang mungkin dilihat masih mengandung resistensi dari pemerintah pusat untuk memberi wewenang lebih luas. Ada baiknya yang dipikirkan  saat ini adalah bagaimana pemerintah daerah membuat rencana strategis, rencana operasional, mengembangkan birokrasi/organisasi dan perangkat lunaknya, dan mengindentifikasi sumberdaya yang ada, yang bisa memanfaatkan seoptimal mungkin ruang otonomi yang diberikan dalam pijakan UU No 22 Tahun 1999 dan UU No 25 Tahun 1999.
Otonomi daerah harus dilihat sebagai proses belajar bernegara. Ia memberi ruang luas untuk warga dalam berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kalau dalam proses belajar itu, belajarnya rajin, sumber daya yang ada dimanfaatkan dan dikelola dengan baik, dan tidak malu untuk bertanya, maka mungkin akan naik kelas. Perbincangan otonomi daerah tidak serta merta antusiasme di tingkat desa. Berbeda dengan UU No 5 Tahun  1979 yang secara spesifik mengatur Pemerintah Desa, UU Otonomi Daerah difokuskan pada otonomi pada tingkat  propinsi, kabupaten, dan kota. Desa hanya disinggung dalam pasal-pasal 93 sampai dengan 111. Dengan demikian, otonomi daerah juga memberi harapan-harapan baru bagi pemerintahan desa yang lebih otonom berdasarkan adat dengan segala institusinya. Desa yang otonom diharapkan mampu memberi ruang yang leluasa bagi rakyat desa untuk membangun dan memberdayakan dirinya sendiri. Mungkinkah itu akan terjadi?.
Soemardjan menyebut ada keraguan pemerintah pusat berdasarkan kenyataan, dalam UU Otonomi Daerah tidak disebutkan adanya daerah tingkat III, yaitu desa secara tegas. Ini karena masyarakat desa belum dewasa untuk otonomi, biaya otonomi desa terlalu tinggi, pendidikan penduduk desa rendah untuk memimpin  daerah otonom. Namun pada sisi lain, menurut hemat penulis, tidak sampainya desa menjadi otonomi tingkat III, justru akan memberi kebebasan pada desa untuk melepaskan diri dari pengaturan birokrasi pemerintah formal. Formalisasi dan homogenisasi bentuk dan struktur pemerintah desa seperti misalnya pasal 104, yang menyatakan, “Badan Perwakilan Desa berfungsi mengayomi adat istiadat,membuat Peraturan Desa.” Memberi peluang bagi pemerintah pusat untuk mengatur birokrasi desa dan fungsi-fungsinya.
Jika ini yang terjadi, maka pemerintah desa sekali lagi akan terjebak pada birokrasi top down, yang terjadi dengan penerapan UU No 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa, dan terbukti gagal memberdayakan masyarakat. Sejarah menyebutkan, adat sebagai bentuk pemerintahan desa asli pada dasarnya berjalan dengan baik ratusan tahun sampai akhirnya dihancurkan berbagai kebijakan pemerintah Orde Baru antara lain melalui UU No 5 Tahun 1979. Pamong dan birokrasi desa yang seragam dan ditentukan pusat dalam UU No 5 Tahun 1979 telah menguasai  dan berkuasa dalam kehidupan desa. Ini mengakibatkan institusi asli lokal tidak lagi berfungsi dan dihormati warga desa, karena warga wajib mematuhi institusi baru yang ditetapkan pemerintah pusat.
Karena itu, sistem birokrasi dan pengaturan pemerintahan dalam UU otonomi daerah seharusnya berhenti hanya pada tingkat Kecamatan. Rakyat yang terorganisasi dalam bentuk-bentuk desa (di Jawa dan Bali), nagari (di Minangkabau), dusun dan marga (di Palembang) dan lainnya, diberi hak mengatur kehidupannya sendiri, sesuai realitas sehari-hari yang dipahami (Zakaria,1999). Dalam hal Pemerintahan Desa UU Otonomi Daerah cenderung mengulangi kesalahan sejarah.

Penyuluh Perikanan dan Otonom

Bagaimana dengan penyuluh perikanan dan binaannya? Kelompok masyarakat yang paling tidak didengar suaranya dalam hiruk pikuk otonomi daerah adalah penyuluh perikanan dan binaannya (pelaku utama yakni pembudidaya, nelayan dan pengolah ikan, nelayan didaerah sungai, danau dan rawa, sebagainya yang menurut perkiraan sekitar 16,5 juta orang dari 237 juta rakyat Indonesia). Memang, penyuluh perikanan Indonesia jumlahnya masih sedikit hanya 3.387 orang, seperti digambarkan Eric Wolf (1983) masih dipandang sebagai seekor domba yang secara berkala dicukur untuk diambil bulunya: “tiga karung penuh-satu hanya majikanku, satu untuk istriku, dan satu untuk anak kecil yang tinggal di jalan”. Namun kini semuanya untuk majikan.Penyuluh Perikanan hanya menangis yang tersisa dari harga yang termurah. Penyuluh perikanan masih dianggap sebagai satu sumber tenaga kerja dan kurang dapat menambah dana kekuasaan (fund of power)  bagi orang lain, meski sebetulnya penyuluh perikanan adalah pelaku ekonomi dan kepala rumah tangga.
Sumber produksi tidak lagi dimiliki dan dikuasai penyuluh perikanan dan binaannya, tetapi pemilik modal yang umumnya elite desa atau orang urban yang masuk desa keluar desa. Istilah penyuluh perikanan dan binaannya pelaku utama gurem yang hanya memiliki kurang dari 0,2 Ha-mencerminkan keadaan pelaku utama saat ini. Penggunaan tanah sebagai faktor produksi utama, kebebasan pelaku utama untuk menentukan jenis komoditas ikan yang dipelihara dan teknik penanamanya merupakan faktor penting terpuruknya pelaku utama di Indonesia. Faktor-faktor produksi itu tidak lagi dibawah kendali pelaku utama.
Sekitar 30 tahun  lalu, kelompok ini adalah kelompok yang ada di bawah ambang garis kemiskinan. Tiga puluh tahun kemudian (tahun 1990-an sebelum krisis) kelompok ini sempat diatas ambang kemiskinan dan tinggal sekitar 20-25 persen. Adanya krisis, posisinya kembali ke square one. Bahkan lebih buruk karena harga ikan atau hasil perikananumumnya tidak lebih baik dari biaya produksi yang dikeluarkan. Laporan terakhir menyebutkan, meski harga dasar ikan ditentukan oleh pasarpada Rp. 14.000-Rp.28.000/kg, namun nyatanya pelaku utama yang bergelut di bawah terik matahari cuma bisa menjual dengan harga sekitar Rp.10.000/kg. Di daerah, harga-harga hasil hutan bukan kayu, seperti rotan, kemenyan, damar resin, atau buah juga mengalami hal yang serupa, bahkan keberadaannya tergeser dengan usaha pertambangan, yang berdampak pada pencemaran hasil laut, sungai, dan danau di dekatnya. Sementara itu sengketa yang berkait dengan tanah tidak pernah terselesesaikan hingga detik ini. Bahkan dengan otonomi daerah ada kencenderungan pemerintah daerah membuka pintu lebar-lebar untuk investor, termasuk pengekspor pasir letupan Gunung Berapi Oyama Pulau Miyake dari Jepang ke Kutai Timur, Kalimantan Timur (yang mungkin saja ada kandungan limbah beracunnya).
Kecenderungan industrialisasi yang melupakan pelaku utama dan pembinanya mungkin akan menjadi bumerang bagi pemerintah daerah.Perlu ada pertemuan pelaku utama se-Indonesia yang berakhir dengan kesepakatan untuk memboikot usaha perikanan bila tidak ada perubahan harga padi yang membaik, merupakan pertanda akan bangkitnya radikalisme pelaku utama.
Peran Penyuluh Perikanan dalam Otonomi Daerah
Tujuan utama pengembangan pemberdayaan masyarakat adalah (a) meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama dan keluarganya, melalui peningkatan produktivitas, kualitas dan pengembangan produk olahan dari komoditas-komoditas perikanan (b) Meningkatkan ketahanan  pangan melalui peningkatan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutunya aman, bergizi, merata dan terjangkau oleh masyarakat (c) Mendorong berkembangnya usaha perikanan berwawasan bisnis yang mampu menghasilkan produk-produk perikanan yang berdaya saing yang menghasilkan nilai tambah bagi perkembangan ekonomi wilayah dan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakatnya (d) Mengembangkan Usaha Kecil Menengah (UKM) Perikanan serta memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha.

Strategi untuk mewujudkan tujuan utama pemberdayaan masyarakat yaitu (a) pengembangan usaha perikanan ditekankan tidak hanya pada aspek produksi (on farm) saja tetapi juga pada aspek kegiatan di luar aspek produksi (off farm) seperti pengolahan, pemasaran, industri kecil dan jasa yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah dan masyarakatnya. Pengembangan usaha perkanan perlu dirancang dalam kapasitas skala ekonomi yang menguntungkan. Begitu juga pengembangan komoditas-komoditas unggulan harus dilakukan denganintegrated fisheries system atau sistem usaha perikanan terpadu. (b) Fokus pemberdayaan lebih ditekankan pada sasaran keluarga (rumah tangga) daripada komoditas. Perjanjian kredit atau perjanjian lain yang terkait dengan kegiatan pemberdayaan, hendaknya diketahui atau merupakan tanggung jawab keluarga. (c) Untuk mewujudkan pengolahan usaha perikanan skala ekonomi, maka pembinaan pelaku utama diarahkan untuk berhimpun dalam kelompok lain dan juga melalui gabungan kelompok/asosiasi (bila di perlukan) sebelum terbentuknya wadah koperasi. (d) Pengembangan kader-kader potensi menjadi kader penggerak atau pelopor perikanan bagi wilayahnya.(e) Pemerintah (baik Pusat, Propinsi maupun Kabupaten/Kota) perusahaan (terutama perusahaan besar) dan LSM (terutama LSM besar) berkewajiban untuk melaksanakan pemberdayaan masyarakat. Program ini merupakan katub penangkal untuk mencegah terjadinya kerawanan yang disebabkan oleh kemiskinan, fasilitasi dan bantuan awal usaha yang sesuai dengan kebutuhan oleh pelaku utama. Dengan demikian kredit program dan perbankan seperti kredit ketahanan pangan dan kredit perbankan lainnya, serta dana fasilitas untuk pemberdayaan masyarakat dari perusahaan besar dan pihak lain sesuai kebutuhan. (f) Kegiatan fasilitasi yang sangat diperlukan pelaku utama antara lain menyangkut masalah mengenai informasi/mengakses pasar, permodalan, tehnologi dan sarana perikanan, peningkatan keterampilan (tehnis dan kewirausahaan), disamping pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana seperti jalan, pasar dan lembaga keuangan alternatif.

Guna meningkatkan kesejahteraan dan meningkatkan ketahanan pangan, petani perlu mengembangkan agribisnis terpadu yang dirancang dalam kapasitas skala ekonomi yang menguntungkan. Pembangunan agribisnis pangan dapat didasarkan pada basis komoditas pertanian tanaman pangan dan hortikultura sebagai komoditas utamanya, atau komoditas peternakan atau komoditas perkebunan, atau dapat pula komoditas perikanan sebagai komoditas unggulan utamanya.

Komoditas pangan untuk ketahanan pangan keluarga komoditas yang berasal dari sumber hayati darat dan air, bahan produk primer maupun olahan yang merupakan bahan makanan atau minuman yang dikonsumsi manusia. Mekanisme pengembangan Model Perikanan untuk Ketahanan Pangan dilakukan melalui sistem tranformasi Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi (IPTEK) melalui kader-kader yang dinilai potensial, disamping melalui sistem kerja penyuluhan peirikanan : Kader-kader yang telah dididik berkewajiban mentransfer Iptek kepada pelaku utama dan masyarakat sekitarnya.

Program pemberdayaan masyarakat merupakan katup penangkal untuk mencegah terjadinya kerawanan yang disebabkan oleh kemiskinan. Oleh karena itu Gubernur dan Bupati/Walikota perlu menghimbau para perusahaan besar, LSM dan tokoh masyarakat, seperti tokoh agama/pimpinan pondok pesantren, ulama, tokoh gereja,pimpinan pasraman dan pemuka masyarakat, yang ada di wilayahnya untuk ikut aktif berpartisipasi dalam pemberdayaan masyarakat dan menyalurkan  sebagian dari dana keuntungan perusahaan untuk pemberdayaan masyarakat.

Lalu tantangannya adalah apakah otonomi daerah akan memberi kehidupan lebih baik pada penyuluh perikanan dan binaannya? Petani adalah elemen terbesar menikmati keuntungan otonomi daerah. Mampukah pemerintah daerah menjamin hak-hak berproduksi dan menjamin harga komoditas yang lebih baik dan menguntungkan pelaku utama perikanan? Mampukah pemerintah daerah memberdayakan penyuluh perikanan dan para pelaku utama binaannya, sehingga mereka bisa meingkatkan posisi tawar untuk menentukan harga? Maukah pemerintah daerah membuka jalan agar tumbuh mitra penyuluh perikanan dan binaannya pelaku utama? Bagaimana pemerintah desa bisa menjadi pihak yang mempunyai kekuatan untuk membela pelaku utama? Bagaimana penyuluh perikanan bisa menjadi konstituen yang dapat diperhitungkan.

Penulis:  Mochamad Wekas Hudoyo (Penyuluh pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan-Jakarta)

Sumber: 
http://103.7.52.118/pusluh/index.php/arsip/c/1902/?category_id=2
0 komentar
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2015. PENYULUH PERIKANAN STP JURUSAN PENYULUHAN PERIKANAN BOGOR
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger